Lebaran hampir tiba. Disaat seperti ini semua orang yang akan merayakannya, tentu sudah mulai menyibukan diri untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut hari kemenangan(bagi para pemenang tentunya)tersebut.
Anak-anak mulai mempersiapkan kata-kata untuk merayu orang tuanya agar dibelikan baju baru, celana, sepatu, sandal atau apa saja. Ibu-ibu biasanya sudah mulai “ancang-ancang” menghitung pengeluaran untuk anaknya, untuk kebutuhan dapur. Bukan hanya itu Ibu-ibu juga mulai berfikir tentang bagaimana menghias ruang tamu, mempersiapkan jamuan. Sang Bapak bertugas bersih-bersih rumah, mencabut rumput-rumput yang tumbuh liar dihalaman dan samping-samping rumah, mulai mengecat ulang tembok rumah yang sudah usang. Para remajapun mulai mengatur jadwal bersama “pacar-pacarnya”(kalau punya?!). Itu biasa.
Yang merasakan susah biasanya para penganggur. Ya, para pengangguran alias orang-orang yang tidak memiliki penghasilan tetapi membutuhkan “pengeluaran”. Akibatnya, ada sebagian orang yang berlomba-lomba untuk menjadi orang miskin kemudian, berlomba-lomba “berakting” menyedihkan untuk mengharap belas kasihan para dermawan yang melintas di perempatan lampu merah, di masjid-masjid, dan diberbagai tempat yang sekiranya banyak dikunjungi para dermawan. Saya rasa hal yang demikian itu agak sedikit lumayan bermartabat meskipun, usaha yang mereka lakukan dengan menjual kemiskinan. Ya, usaha menjual kemiskinan dan keprihatinan itu saya kira lebih bermartabat disbanding para pengangguran yang tiba-tiba menjadi berutal, tiba-tiba menjadi rampok, maling, begal, copet, penipu, pokoknya menjadi seorang kriminil dadakan dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan lebaran;kasihan!!. Fenomena menjadi Aktor kemiskinan dan kriminil dadakan itu dapat di lihat di tayangan berita di televisi-televisi. Biasanya angka para gelandangan, pengemis dan pelaku kriminal akan meningkat menjelang lebaran.
Meski demikian kita tidak bisa serta-merta menyalahkan orang-orang tersebut. Kitapun juga tidak bisa begitu saja bisa menyalahkan pemerintah yang sudah dengan susah payah melakukan korupsi..eh..maaf, maksud saya sudah bersusah payah membantu masyarakat untuk “mentas” dari kemiskinan.
Diantara sekian kesibukan menjelang lebaran diatas, diantaranya aku pernah menjadi pelakunya. Menjadi seorang anak, pernah. Menjadi seorang remaja, pernah dan saat ini aku menjadi 2 pelaku sekaligus yakni menjadi orang tua untuk anakku El-yang kini berada di Pekanbaru-dan penganggur. Dan apa yang harus aku lakukan? Menjual kemiskinan untuk kebutuhan anak istri atau…..????.